Dalam langkah berani yang menandai momen penting dalam lanskap politik Taiwan, Presiden yang baru diambil sumpah, Lai Ching-te, secara terbuka meminta Tiongkok untuk menghentikan intimidasi politik dan militer terhadap pulau tersebut. Permohonan ini muncul pada saat ketegangan antara Taiwan dan Tiongkok sangat tinggi, dengan Beijing menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, meskipun pulau tersebut memiliki sistem pemerintahan sendiri dan demokratis. Pelantikan Lai tidak hanya menandai dimulainya masa jabatan ketiga berturut-turut yang bersejarah bagi Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa di Taiwan, tetapi juga menetapkan nada yang menantang terhadap sikap agresif Tiongkok terhadap Taiwan.
Dalam pidato pelantikannya, Presiden Lai menekankan pentingnya perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut, mendorong Tiongkok untuk meninggalkan ancaman militer dan memilih dialog daripada konfrontasi. Permohonan ini untuk penyelesaian damai menyoroti kekhawatiran yang semakin meningkat terhadap aktivitas militer Tiongkok yang semakin intens di sekitar Taiwan, termasuk seringnya insiden di zona identifikasi pertahanan udara Taiwan. Panggilan Lai untuk mengakhiri intimidasi mencerminkan keinginan yang lebih luas di Taiwan untuk kedaulatan dan penghormatan di panggung internasional.
Komunitas internasional memperhatikan dengan seksama saat Taiwan menavigasi perairan geopolitik yang kompleks ini. Kepemimpinan Lai datang pada saat yang penting, setelah masa jabatan Tsai Ing-wen, yang memimpin Taiwan melalui perkembangan ekonomi dan sosial yang signifikan di…
Baca lebih lajutJadilah yang pertama membalas diskusi umum ini.